Penghitungan Penghasilan Neto berdasarkan Pembukuan Wajib Pajak dan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
Sering
kita mendengar istilah pembukuan dalam urusan usaha maupu pajak. Beberapa orang
juga kurang paham sebenarnya apa itu pembukuan dan apa kegunaanya. Pembukuan
adalah proses pencatatan atas penghasilan, biaya, aset, dan kewajiban yang
dilakukan secara teratur sampai dengan dibuatnya laporan keuangan perusahaan.
Laporan
keuangan digunakan untuk berbagai keperluan antara lain sebagai laporan kepada
manajemen atau pemegang saham, laporan SPT ke kantor pajak dan keperluan untuk
mengajukan pinjaman uang kepada bank. Berdasarkan aturan perpajakan yang
berlaku, wajib pajak badan wajib melakukan pembukuan.
Kenapa
ada wajib pajak badan tidak melakukan pembukuan ?
Wajib
pajak badan harus melakukan pembukuan atas kegiatan usahanya. Apabila tahun
sebelum-sebelumnya tidak melakukan pembukuan, diusahakan dimulai dari sekarang
mencoba untuk memulai melakukan pembukuan.
Beberapa alasan mengapa wajib pajak
tidak melakukan pembukuan:
1. Hanya
melakukan pencatatan sederhana dan berpikir yang penting usaha tetap jalan
Kebanyakan
orang tidak berpikir untuk jangka panjang. Pikirannya sangat sederhana. Asal
perusahaan tetap bisa jalan berarti semuanya baik-baik saja.
2.
Tidak
mengetahui adanya kewajiban pembukuan
Wajib
pajk badan wajib melakukan pembukuan untuk keperluan perpajakan dan wajib
menyimpan pembukuan selama 10 tahun
3.
Mahalnya
jasa konsultan
Perusahaan
terkadang tidak mau membayar jasa konsultan. Dalam benaknya, membayar konsultan
pajak hanya menambah biaya peusahaan.
Seberapa
penting pembukuan perusahaan untuk masalah perpajakan ?
Pembukuan
sangatlah penting untuk keperluan perpajakan perusahaan. Wajib pajak badan
wajib melaporkan SPT tahunan badan setiap tahunnya. Pembukuan yang telah
dilakukan oleh wajib pajak menjadi dasar pengisian SPT wajib pajak. Pada
dasarnya SPT badan itu berisi berapa keuntungan (berdasarkan fiskal) yang
diperoleh wajib pajak dikalikan tarif pajak yang berlaku. Apabila ada
pemeriksaan pajak maka data pembukuan dari wajib pajak akan diminta oleh pihak
pajak untuk diperiksa apakah pelaporan SPT telah sesuai dengan ketentuan atau
tidak.
Bagaimana
apabila wajib pajak badan tidak melakukan pembukuan ?
Dalam
hal terhadap Wajib Pajak badan dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
KUP, ternyata Wajib Pajak badan tersebut tidak atau tidak sepenuhnya
menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau
pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung
dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
Dengan
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto berarti wajib pajak yang
melakukan usaha dianggap selalu untung. Karena penghasilan neto dihitung dari
norma dikali omset perusahaan.
Contoh:
Perusahaan
abadi bergerak dibidang jasa internet. Berdasarkan pembukuan Omset 2019 sebesar
Rp 1.000.000. Harga pokok penjualan Rp 700.000. Biaya Lainnya Rp 400.000. Karena
suatu hal, perusahaan mengalami rugi pada tahun 2019.
Perhitungan
Pajak berdasarkan pembukuan :
|
Omset
|
1.000.000
|
|
HPP
|
700.000
|
|
Laba
Bruto
|
300.000
|
|
Biaya
lainnya
|
400.000
|
|
Laba
bersih
|
(100.000)
|
|
PPh
terutang
|
0
|
Perhitungan
pajak berdasarkan norma (misalkan norma sebesar 20%) :
|
Omset
|
1.000.000
|
|
Norma
|
20%
|
|
Penghasilan
neto
|
200.000
|
|
PPh
terutang (50%x25%)
|
25.000
|
Jadi
bisa diambil kesimpulan bahwa norma penghitungan penghasilan neto selalu
menganggap wajib pajak untung. Padahal dalam prakteknya, perusahaan bisa untung
dan bisa mengalami kerugian.
So,
mari melakukan pembukuan secara baik dan benar.
Semoga
bermanfaat.

No comments for "Penghitungan Penghasilan Neto berdasarkan Pembukuan Wajib Pajak dan Norma Penghitungan Penghasilan Neto"
Post a Comment