7 Kesalahan Pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi



SPT tahunan
E-filling

Wajib pajak sudah bisa melaksanakan kewajiban pelaporan SPT tahunan ketika memasuki tahun baru. Saat ini pelaporan SPT tahunan bisa dilaksanakan secara online sehingga memberikan kemudahaan dan kenyamanan untuk wajib pajak. 

Flashback sedikit beberapa tahun yang lalu, wajib pajak harus mengantri panjang di kantor pelayanan pajak pratama hanya untuk melaporkan SPT tahunan. Bahkan wajib pajak harus menghabiskan waktu seharian untuk melaporkan SPT tahunan.  Melihat kondisi antrian SPT tahunan yang sangat banyak, direktorat jenderal pajak terus berbenah untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak sehingga kini pelaporan SPT tahunan bisa dilaksanakan secara online dimana saja dan kapan saja. 

Sejak penerapan efilling untuk pelaporan SPT tahunan, tingkat kepatuhan pelaporan SPT tahunan menjadi meningkat. Sistem efilling dibuat dengan tampilan sederhana sehingga mudah dipahami oleh wajib pajak. Wajib pajak hanya perlu mengikuti petunjuk yang ada dalam sistem efilling. Berdasarkan survey, wajib pajak merasa puas degan adanya sistem pelaporan SPT tahunan secara online. 

Pelaporan SPT tahunan menggunakan efilling sangat membantu wajib pajak. Meskipun begitu, tidak jarang terjadi kesalahan-kesalahan yang dilakukan wajib pajak dalam pelaporan SPT tahunan. 

Berikut ini kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan wajib pajak:

1.     Penggunaan email kantor dalam mendaftar efilling

Sebaiknya wajib pajak mendaftarkan diri di DJP Online menggunakan email pribadi wajib pajak. Apabila terjadi sesuatu pada efilling wajib pajak seperti lupa password, hanya akan bisa diatasi menggunakan email terdaftar. Wajib pajak boleh menggunakan email kantor. Akan tetapi, masalah timbul apabila wajib pajak resign dari tempat kerjanya sehingga kehilangan otorisasi untuk mengakses email tersebut. 

2.     Wajib pajak salah memilih formulir efilling

Formulir SPT tahunan orang pribadi terdiri dari 3 jenis yaitu formulir 1770, 1770 S, dan 1770 SS. Wajib pajak yang memiliki penghasilan bruto dibawah 60 juta menggunakan formulir 1770 SS, sedangkan wajib pajak yang memiliki penghasilan bruto lebih dari 60 juta menggunakan formulir 1770 S. Formulir 1770 digunakan wajib pajak yang memiliki usaha dan / atau melakukan pekerjaan bebas.  

3.     Tidak meminta bukti potong ke perusahaan ketika resign

Bukti potong merupakan bukti yang menunjukan wajib pajak telah membayar pajak melalui pihak ketiga. Atas penhasilan yang diterima oleh wajib pajak dipotong oleh pemberi kerja. Pemberi kerja yang bertanggung jawab untuk menyetorkan pajak tersebut. Kebanyakan wajib pajak cuek masalah bukti potong tersebut, wajib pajak hanya menunggu dikasih tanpa ada inisiatif meminta bukti potong. Perlu diingat, apabila wajib pajak pindah kerja, wajib pajak harus minta bukti potong untuk keperluan pelaporan SPT tahunan. 

4.     Wajib pajak tidak melaporkan penghasilan lainnya

Wajib pajak biasanya hanya melaporkan penghasilan yang ada bukti potongnya supaya SPT tahunan nihil. Penghasilan sampingan yang diterima wajib pajak sering kali tidak dilaporkan oleh wajib pajak. Alasan wajib pajak tidak melaporkan penghasilan sangat beragam, mulai dari ketidaktauan sampai kurangnya kesadaran wajib pajak. 

Seandainya terdapat penghasilan lainnya yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak, direktorat jenderal pajak bisa menerbitkan surat tagihan untuk kekurangan pajak tersebut ditambah sanksi administrasi 2% maksimal 24 bulan. Oleh karena itu, sebaiknya wajib pajak melaporkan semua penghasilan yang diterima baik penghasilan yang pokok maupun sampingan. 

5.     Wajib pajak tidak melaporkan harta yang dimiliki

Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment sehingga wajib pajak dengan kesadaran melaporkan penghasilan yang diterima. Dalam pengisian SPT tahunan, terdapat menu untuk mengisi harta yang dimiliki. Wajib pajak harus mengisi harta sesuai dengan kenyataan yang ada. Wajib pajak yang menyembunyikan daftar harta yang dimiliki, biasanya disebabkan karena 2 hal yaitu harta tersebut didapat dari penghasilan yang belum dipotong pajak dan / atau harta didapat dengan cara yang tidak benar. 

6.     Tidak update data PTKP dalam bukti potong

Wajib pajak kadang kelupaan untuk mengupdate data PTKP kepada pemberi kerja. Wajib pajak baru sadar ketika mau melaporkan SPT tahunan. Perbedaan PTKP membuat perbedaan pajak yang terutang sehingga jumlah pajak terutang tidak sama dengan jumlah kredit pajak dalam bukti potong. 

7.     Lewat Batas waktu pelaporan

Batas waktu pelaporan SPT tahunan orang pribadi adalah tanggal 31 maret. Apabila wajib pajak terlewat melaporkan SPT tahunan maka akan dikenakan sanksi administrasi pasal 7 UU KUP sebesar Rp 100.000,00. 

Hal-hal diatas merupakan kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh wajib pajak dalam pelaporan SPT tahunan. Apabila terdapat kesalahan dalam pengisian SPT tahunan, wajib pajak dapat melaporkan SPT pembetulan. SPT tahunan yang diakui oleh direktorat jenderal pajak adalah SPT pembetulan terakhir. 

Semoga bermanfaat.



No comments for "7 Kesalahan Pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi"